JAKARTA – Partai NasDem melakukan perubahan signifikan dengan mencopot Ahmad Sahroni dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Keputusan ini diambil setelah pernyataannya mengenai “orang tolol sedunia” yang menjadi viral di berbagai platform media sosial, mengundang reaksi publik yang beragam.
Pergeseran posisi ini diikuti oleh penunjukan Rusdi Masse, seorang anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan, sebagai penggantinya. Rusdi sebelumnya bertugas di Komisi IV DPR RI, sementara Ahmad Sahroni dipindahtugaskan ke Komisi I DPR RI. Hal ini menunjukkan dinamika yang terus terjadi dalam tubuh partai politik, terutama terkait dengan komunikasi publik yang sensitif.
Pergeseran Posisi di Internal Partai
Perubahan komposisi dalam struktur partai ini tercantum dalam Surat Fraksi Partai NasDem bernomor F.NasDem.758/DPR-RI/VIII/2025, yang dikeluarkan pada tanggal 29 Agustus 2025. Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI dan Sekretaris Fraksi Ahmad Sahroni. Pergantian ini menunjukkan bagaimana sebuah pernyataan dapat berimplikasi besar bagi karier politik seseorang. Ketika pemimpin publik memberikan pernyataan yang dijadikan bahan perdebatan di publik, dampaknya bisa sangat luas, mulai dari penurunan popularitas hingga penggantian posisi.
Sekretaris Jenderal partai tersebut, Hermawi Taslim, membantah bahwa pergeseran ini berkaitan dengan isu yang lebih besar di balik layar. Ia menegaskan bahwa penggantiannya adalah bagian dari rotasi rutin yang sudah menjadi kebiasaan di internal partai. “Rotasi rutin, sesuatu yang biasa saja di NasDem,” jelas Hermawi, menunjukkan sikap profesional dalam menghadapi kritik dari publik.
Dampak Pernyataan Publik Terhadap Karier Politik
Pernyataan Ahmad Sahroni yang menyebut “orang tolol sedunia” juga menggambarkan betapa berharganya komunikasi dalam dunia politik. Dalam kunjungannya ke Polda Sumut, pada tanggal 22 Agustus 2025, ia menegaskan bahwa kritik terhadap lembaga seperti DPR adalah hal yang wajar, tetapi tidak seharusnya disampaikan dengan cara yang merendahkan. Namun, cara penyampaian yang tidak tepat justru menimbulkan kontroversi dan kritik dari warganet. “Mental manusia yang begitu adalah mental manusia tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma mental bilang bubarin DPR, itu adalah orang tolol sedunia,” ungkapnya, sebuah pernyataan yang justru berkontribusi pada kerentanan politiknya.
Dalam dunia akademis dan ilmu komunikasi, hal ini menjadi studi menarik tentang bagaimana kata-kata mampu mempengaruhi persepsi masyarakat. Seorang politisi seharusnya cukup bijak untuk memilih kata-kata agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan perpecahan di kalangan masyarakat. Meski sah untuk berargumen, penyampaian pesan yang baik akan sangat membantu dalam menjaga citra diri dan lembaga.