Politisi senior di Sulawesi Selatan, Apiaty K. Amin Syam, dipastikan kembali menduduki kursi DPRD Kota Makassar melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Ini menjadi momen penting tidak hanya bagi Apiaty tetapi juga bagi Partai Golkar dan masyarakat Makassar yang diwakilinya.
Kepastian ini disampaikan oleh Sekretaris DPD II Partai Golkar Makassar, Andi Suharmika, pada 13 Mei 2025. Tentu saja, banyak yang mempertanyakan bagaimana proses ini terjadi dan apa dampak dari penugasan kembali Apiaty dalam konteks politik lokal.
Persetujuan dan Proses PAW
Penunjukan Apiaty sebagai PAW adalah hasil dari perhitungan suara dalam Pemilu 2024, di mana ia menjadi peraih suara tertinggi kedua di daerah pemilihan yang sama setelah almarhum Ruslan Mahmud. Dalam hal ini, perolehan suara Apiaty mencapai 3.572, sedangkan Ruslan mendapatkan 5.485 suara. Proses PAW kini memasuki tahap administrasi internal partai sebelum disahkan secara resmi.
Insider di Partai Golkar menyatakan bahwa keputusan ini juga ditujukan untuk mempertahankan stabilitas di DPRD. Dalam konteks yang lebih besar, penunjukan ini menunjukkan komitmen Partai Golkar terhadap representasi perempuan di posisi strategis, yang sering kali terabaikan dalam politik. Mengingat latar belakang Apiaty yang merupakan istri dari mantan Gubernur Sulsel, hal ini semakin menguatkan relevansinya di kancah politik.
Strategi dan Peran Politik Apiaty ke Depan
Kembalinya Apiaty ke DPRD merupakan langkah strategis untuk menjaga kaderisasi dan peran aktif perempuan di legislasi. Dengan pengalaman sebelumnya sebagai anggota DPRD periode 2019–2024, Apiaty sudah memiliki pemahaman mendalam tentang dinamika politik dan kebutuhan masyarakat. Kini, ia membawa misi untuk memperjuangkan isu-isu yang berkaitan dengan perempuan, pendidikan, dan sosial yang merupakan area yang sangat penting dalam pembangunan daerah.
Penempatan Apiaty juga tak terlepas dari tantangan yang ada. Masyarakat menantikan langkah-langkah konkret dari dirinya dalam menjawab isu-isu lokal. Dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman politik yang solid, harapannya Apiaty bisa mendukung program-program yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup warga, khususnya di daerah pemilihan Ujung Pandang dan Rappocini.
Pada akhirnya, penugasan kembali Apiaty adalah sinyal bahwa politik perempuan semakin diakui dan dihargai di sistem politik lokal. Di saat yang sama, ia harus mampu menunjukkan komitmennya untuk mendengarkan suara rakyat dan mengimplementasikan solusi yang nyata untuk tantangan yang dihadapi masyarakat Makassar. Dengan dukungan dari partai dan masyarakat, momen ini bisa menjadi titik balik bagi kemajuan daerah.
