Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur saat ini sedang menghadapi masalah yang berkaitan dengan dugaan kasus korupsi serta penataan kembali pejabat di lingkungan pemerintah daerah. Rotasi pejabat eselon II termasuk Kepala Dinas Perhubungan menarik perhatian publik, terutama ditengah isu retribusi parkir dan PJU yang sedang dalam penyelidikan.
Kasus korupsi yang diusut oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur senilai Rp40 miliar berkaitan dengan penerangan jalan umum (PJU) untuk tahun anggaran 2023. Sementara itu, situasi retribusi parkir wisata Cibodas juga mencuat, di mana dugaan adanya penggelapan dana retribusi membuat masyarakat mempertanyakan kinerja pemerintah setempat.
Rotasi Pejabat dan Tanggapan Pemerintah Cianjur
Pada tanggal 30 Juni 2025, Pemkab Cianjur melakukan rotasi pada 14 pejabat eselon II, termasuk di antaranya adalah Kepala Dinas Perhubungan. Dengan dilantiknya Aris Haryanto sebagai Kadishub baru, sejumlah pertanyaan muncul mengenai hubungan rotasi ini dengan dugaan kasus korupsi yang tengah diusut. Bupati Cianjur, Mohammad Wahyu Ferdian, memastikan bahwa rotasi ini tidak terkait dengan kasus hukum yang sedang berlangsung. Menurutnya, proses rotasi pejabat dilakukan berdasarkan hasil asesmen dan tes kompetensi yang sudah ada sebelumnya.
Ulasan mengenai rotasi ini mengungkapkan bahwa tindakan ini mungkin juga dimaksudkan untuk menyegarkan kepemimpinan di Pemkab Cianjur. Namun, saat masyarakat mengaitkan rotasi tersebut dengan kasus yang ada, penting bagi para pemimpin untuk menjelaskan dengan transparan dan jujur terkait proses yang dilakukan. Dalam hal ini, komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan menjadi faktor penting dalam membangun kepercayaan publik.
Dugaan Kasus Korupsi PJU dan Implikasinya
Dugaan kasus korupsi yang menjerat Dinas Perhubungan menunjukkan betapa rentannya pengelolaan anggaran publik. Kepala Kejaksaan Negeri Cianjur, Kamin, menyatakan bahwa penyidikan atas dugaan korupsi ini akan tetap berjalan meskipun ada pergantian kepala dinas. Hal ini penting untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa siapa pun yang terlibat, mendapatkan konsekuensi sesuai aturan yang berlaku.
Berdasar penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan, terungkap bahwa akan ada lebih dari satu tersangka dalam kasus ini. Pemerintah daerah terkadang terlambat bertindak sehingga mengakibatkan kerugian negara yang cukup signifikan. Keputusan untuk mengambil langkah dalam kebijakan publik seharusnya lebih terintegrasi agar muncul langkah pencegahan yang efektif untuk menghindari kasus korupsi di masa depan.
Masyarakat juga perlu memiliki peran aktif dalam memantau penggunaan anggaran daerah. Hal ini bisa dicapai dengan membangun wadah komunikasi antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk membantu meminimalisir potensi salah urus anggaran. Edukasi dan transparansi menjadi kunci agar masyarakat bisa lebih mengerti proses perencanaan serta penggunaan anggaran.
Selain itu, dalam isu retribusi parkir wisata Cibodas, diketahui bahwa terdapat data yang menunjukkan adanya retribusi yang tidak disetorkan ke kas daerah. Dengan keterlibatan pihak ketiga dalam pemungutan retribusi, transparansi menjadi sangat penting. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas tentang kemana uang retribusi mereka dialokasikan.
Pusat Kajian Kebijakan Publik menyatakan bahwa retribusi kebersihan dan parkir tampaknya tidak disetorkan seperti seharusnya. Angka-angka yang tidak mencukupi menunjukkan perlu adanya audit menyeluruh dan ketelitian dalam sistem pengelolaan uang daerah. Dengan hal ini, pengelolaan keuangan yang berkomitmen terhadap akuntabilitas publik harus diutamakan.
Dari semua yang terjadi, penting untuk melihat bahwa rotasi pejabat bukan hanya soal pergantian, tetapi juga sebuah pernyataan bahwa Pemkab Cianjur berkomitmen untuk memperbaiki diri dan menanggapi isu-isu yang ada dengan serius. Namun, harapan untuk perbaikan itu harus disertai langkah konkret dari pemerintah dalam mewujudkan pengelolaan yang bersih dan bertanggung jawab.