Pemprov Kepri didukung Pemerintah Pusat dalam menjawab krisis tenaga spesialis melalui program beasiswa bagi putra-putri daerah
Beasiswa dokter spesialis di Kepri kini menjadi jembatan harapan bagi pelayanan kesehatan yang lebih adil dan merata. Di tengah kekurangan tenaga spesialis yang masih melanda banyak wilayah di Indonesia, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) melangkah lebih dulu. Dengan gagasan konkret dan tekad kuat, mereka menyusun program beasiswa bagi calon dokter spesialis dan subspesialis, terutama dari kalangan putra-putri daerah.
Langkah ini langsung mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat. Asisten Deputi Peningkatan Sumber Daya Kesehatan Kemenko PMK, Redemtus Alfredo Sani, memuji inisiatif yang dinilai langka ini. Ia menyebut Pemprov Kepri telah menunjukkan kepemimpinan daerah yang patut dicontoh.
“Langkah Pemprov Kepri adalah contoh nyata keberanian mengambil keputusan strategis demi rakyat. Pemerintah Pusat tentu mendukung penuh,” ujar Alfredo dalam rapat daring di Gedung Daerah Tanjungpinang, Senin, 7 Juli 2025.
Mereka yang Belajar untuk Kembali Mengabdi
Di kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan, Laode Musafin, menyoroti fakta penting: Indonesia masih kekurangan tenaga dokter spesialis. Rasio dokter spesialis nasional baru mencapai 0,47 per seribu penduduk, jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang telah di atas dua per seribu.
“Kebutuhan dokter spesialis di wilayah kepulauan seperti Kepri sangat mendesak. Langkah ini benar-benar menjawab persoalan nyata di lapangan,” ungkap Laode.
Program beasiswa ini bukan hanya soal angka. Ia berbicara tentang masa depan layanan kesehatan, tentang seorang anak di pulau terpencil yang bisa mendapat penanganan dokter spesialis tanpa harus menyeberang provinsi. Ketidakadilan dalam akses kesehatan menjadi tantangan yang harus diatasi, dan beasiswa ini menawarkan solusi konkret.
Komitmen, Kontrak, dan Kepastian Pelayanan
Pemprov Kepri telah mengusulkan 64 calon penerima beasiswa pendidikan dokter spesialis (PPDS). Sebanyak 46 orang akan dibiayai oleh Pemprov, sedangkan 18 lainnya didukung oleh anggaran kabupaten/kota melalui skema sharing budget. Seluruh peserta berasal dari berbagai latar belakang: rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan, hingga masyarakat umum.
Namun penerima beasiswa ini harus bertanggung jawab. Gubernur Ansar Ahmad menegaskan bahwa semua penerima harus menandatangani kontrak kerja dan akta notaris. Mereka juga wajib mengabdi minimal selama 20 tahun. Jika melanggar, ada denda 20 kali lipat dari total dana beasiswa, serta penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR) sesuai dengan nota kesepahaman bersama Kementerian Kesehatan.
“Kami ingin putra-putri Kepri bisa kembali dan mengabdi. Ini soal keberpihakan terhadap pelayanan kesehatan yang adil bagi semua,” kata Ansar. Pelayanan kesehatan yang merata adalah hak semua warga, dan inisiatif ini berupaya untuk mewujudkan hak tersebut.
Tak Perlu Lagi Ke Luar Daerah
Data dari Dinas Kesehatan Kepri hingga Juni 2025 menunjukkan, setidaknya ada 120 posisi dokter spesialis dan subspesialis yang masih kosong di sejumlah rumah sakit. RSUD Raja Ahmad Tabib, RSJKO Engku Haji Daud, dan RSUD Embung Fatimah tercatat sebagai rumah sakit dengan kebutuhan tertinggi.
Untuk menjawab kekosongan ini, Pemprov juga mengusulkan agar para penerima beasiswa, khususnya yang berstatus PPPK atau lulusan baru, bisa menjadi ASN melalui jalur afirmatif. Kepala Pusat Perencanaan dan Kebutuhan ASN BKN RI, M. Ridwan, menyambut baik ide itu. Ia menyebut bahwa melakukan usulan afirmatif berbasis kebutuhan daerah sangat mungkin.
Di balik angka dan kebijakan itu, tersimpan harapan: agar anak-anak Kepri bisa sembuh di tanah kelahirannya sendiri. Agar keluarga tak perlu lagi mencari spesialis ke luar pulau. Karena beasiswa dokter spesialis di Kepri bukan sekadar program, tapi juga janji masa depan untuk setiap nyawa yang membutuhkan pertolongan.