Dalam sebuah komunitas kecil di Cianjur, suasana pemilihan ketua RT telah menyajikan sebuah pengalaman yang tidak biasa. Acara ini berlangsung di Kampung Rarahan, Desa Cimacan, dan dikemas dengan cara yang unik, seolah-olah merayakan sebuah pernikahan. Menggunakan tema pernikahan, pemilihan ketua RT ini berhasil menarik perhatian dan melibatkan seluruh warga dengan cara yang berbeda.
Apakah Anda pernah membayangkan pemilihan ketua RT berlangsung layaknya sebuah pesta pernikahan? Dalam acara ini, dekorasi pelaminan, upacara adat, dan sajian kuliner khas daerah memberikan nuansa yang hangat dan akrab. Dengan mengenakan pakaian adat Sunda yang indah, semua petugas acara menambah kesan spesial yang tak terlupakan bagi para warga yang hadir.
Konsep Pesta Demokrasi yang Kreatif
Pemilihan ketua RT ini menjadi bagian dari perayaan ulang tahun Desa Cimacan sekaligus lomba pemilihan ketua RT terunik. Ketua Panitia, Dede Siti Khodijah, menjelaskan bahwa hingga terbentuknya konsep pesta demokrasi pernikahan ini, semua warga terlibat secara aktif dan gotong-royong mempersiapkan segala sesuatunya dalam waktu yang singkat. Dalam satu minggu, mereka berhasil menciptakan suasana yang hangat dan bersahabat.
Pandangan Dede tentang keberhasilan acara ini mencerminkan antusiasme warga yang luar biasa. Ia menceritakan, “Dalam waktu singkat, kami dapat menghadirkan acara yang tidak hanya demokratis, tetapi juga dapat memperkuat tali persaudaraan di antara kami.” Pesta demokrasi dalam format yang begitu segar dan kreatif membuktikan bahwa kebersamaan dapat menjadikan momen pemilihan ketua RT menjadi sangat bermakna.
Pemilihan yang Mengedepankan Kolaborasi dan Kebersamaan
Dalam proses pemilihan, calon yang maju adalah Jajang Suhaeri, seorang sesepuh kampung, dan Ristiawati, mantan ketua RT yang kembali mencalonkan diri. Kedua calon ini tidak hanya bersaing dalam pemilihan, tetapi juga tampil akrab dengan saling melempar canda di atas pelaminan. Keunikan ini menciptakan momen berharga bagi semua warga, yang terlihat dalam suasana gembira yang menyelimuti acara tersebut.
Setelah melaksanakan pencoblosan, warga disuguhkan dengan aneka hidangan khas Sunda. “Setelah kami memilih, kami juga menyajikan prasmanan dengan berbagai makanan tradisional seperti singkong, kacang tanah, dan ubi rebus,” jelas Dede. Hal ini semakin menambah kehangatan suasana, menjadikan acara pemilihan ketua RT bukan sekadar formalitas, tetapi juga peluang untuk merayakan kebersamaan.
Dengan kreativitas dan semangat kebersamaan, pemilihan ketua RT ini telah menunjukkan bahwa demokrasi tidak selalu harus dilaksanakan dalam suasana tegang dan serius. “Kreativitas dapat mengubah pengalaman pemilihan yang lazim menjadi sebuah hajatan yang ceria dan penuh makna,” tutup Dede. Semoga tradisi unik ini bisa menyebar ke kampung-kampung lain, memberi inspirasi bagi banyak komunitas untuk mengubah cara mereka merayakan demokrasi.