ANDI Ramang menjadi salah satu dari sembilan penerima **Tanda Kehormatan Bintang Jasa** berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 75/TK/Tahun 2025. Presiden PrabowoSubianto menyerahkan langsung anugerah tersebut di Istana Presiden, sebagai penghormatan atas jasa dan pengabdiannya.
Bintang Jasa merupakan tanda kehormatan negara yang ditetapkan sejak 1963, berada satu tingkat di bawah Bintang Mahaputera. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara, baik melalui karya, perjuangan, maupun pengabdian.
Perjalanan Karier Andi Ramang
Ramang, yang lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 24 April 1924, adalah salah satu ikon terbesar sepak bola Indonesia. Dijuluki “Si Kancil”, ia dikenal karena kelincahan, ketajaman insting, serta tendangan salto yang legendaris. Dalam dokumen resmi FIFA, namanya tercatat sebagai Rusli Ramang.
Sejak membela PSM Makassar pada akhir 1940-an, Ramang menjelma simbol kejayaan bagi klub tersebut dan kebanggaan sepak bola tanah air. Ia mengantarkan klubnya berjaya di era Perserikatan, sekaligus menjadi mesin gol tim nasional Indonesia. Masyarakat lokal menempatkannya bukan sekadar sebagai pesepak bola, melainkan juga tokoh kebanggaan daerah, yang menginspirasi banyak generasi muda.
Warisan dan Pengaruh Andi Ramang di Dunia Sepak Bola
Panjang perjalanan hidupnya yang penuh warna menciptakan kisah yang tak terlupakan. Putra dari Djonjo Daeng Nyo’lo, ajudan Raja Gowa yang piawai bermain sepak takraw, kecilnya sudah terbiasa menendang bola dari rotan, kain, hingga buah jeruk. Dari kebiasaan itu lahirlah gaya khas: mencetak gol salto yang sulit ditandingi. Kariernya dimulai di Barru pada 1939, terhenti sementara pada 1943 karena menikah dan membuka warung kopi. Kehilangan anak pertama membuatnya pindah ke Makassar, bekerja sebagai tukang becak dan sopir truk, sambil tetap menyalurkan bakatnya di lapangan.
Pada 1947, ia bergabung dengan Makassar Voetbal Bond (cikal bakal PSM). Penampilannya yang memukau bersama Persis, mencetak sebagian besar gol dalam kemenangan besar, membuat PSM segera merekrutnya. Sejak itu, namanya melejit sebagai ikon klub dan andalan PSSI.
Prestasinya menembus panggung internasional. Dalam lawatan Asia tahun 1954, Indonesia hampir tak terkalahkan. Dari 25 gol yang dicetak tim, 19 di antaranya lahir dari kaki Ramang. Indonesia pun diperhitungkan sebagai kekuatan baru di Asia, bahkan mampu menantang tim-tim Eropa. Meski dielu-elukan, Ramang tetap merendah. Ia selalu menyebut kemenangan sebagai hasil kerja sama tim, dan mengakui kontribusi penting rekan-rekannya.
Ramang dikenal haus gol dengan kemampuan mencetak dari sudut tersulit. Tendangan salto menjadi ciri khasnya, membuat momen-momen penting dalam laga, seperti saat Indonesia mengalahkan RRC dalam kualifikasi Piala Dunia. Sayangnya, langkah Indonesia terhenti karena keputusan untuk tidak bertemu Israel.
Popularitas Ramang tidak hanya di dunia sepak bola. Pada era 1950-an, banyak orang tua menamai anaknya “Ramang” sebagai bentuk kekaguman. Bagi Ramang, pertandingan paling berkesan adalah saat melawan Uni Soviet di Olimpiade Melbourne, di mana ia hampir mencetak gol, momen yang selalu diingatnya dengan bangga.
Andi Ramang berpulang pada 26 September 1987. Namun namanya tetap harum sebagai legenda abadi. Kini, dengan disematkannya Tanda Kehormatan Bintang Jasa, negara mengukuhkan kembali jejaknya sebagai seorang putra Bugis yang mengangkat martabat sepak bola Indonesia di mata dunia.
Post Views: 40